Hari ini saya menerima kabar salah satu teman meninggal dunia karena Covid-19. Saya mengenalnya sebagai sosok yang sangat baik dan aktif. Berita ini cukup mengagetkan karena sekitar dua minggu lalu, kami bahkan masih saling bersapa melalui group whatsapp.
kabar-kabar duka seputar pandemi membuat saya takut dan cemas. Setiap akan beraktivitas di luar rumah, saya kerap dihantui rasa was-was. Padahal saya tahu bahwa kecemasan dan ketakutan yang berlebihan dapat meningkatkan resiko stress pada seseorang. Belum lagi segala perubahan yang terjadi karena pandemi ini juga banyak memunculkan rasa tidak nyaman. Saya yakin bukan hanya saya yang mengalami hal ini. Menurut PDKJI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia) ada peningkatan kasus depresi, 57,6 persen di era pandemi ini. Angka yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan persentase sebelum pandemi yakni hanya 11,6 persen saja.
Mindfulness saat ini ramai dibicarakan. banyak artikel dan juga webinar-webinar diadakan untuk mengulas tentang mindfulness ini. Salah satu alasan populernya istilah mindfulness adalah karena masyarakat percaya dengan mempraktikkan mindfulness dapat mengurangi resiko stress. Di sisi lain, mindfulness memiliki juga dapat meningkatkan spiritualitas sehingga menambah kedekatan kita pada Sang Pencipta.
Apakah mindfulness itu?
Pada tahun 1979, seorang profesor di bidang medis dari Amerika yang bernama Jon kabat Zinn menciptakan program Mindfulness Based Stress Reduction (MBSR) untuk membantu pasien-pasien dengan penyakit kronis. Ia mendefinisikan mindfulness sebagai keadaan dimana kita menyadari dan memberikan perhatian utuh atas semua kejadian yang dialami setiap saat tanpa penolakan/menghakimi/ prasangka. Secara singkat mindfulness atau sadar utuh dapat diartikan hadir penuh, di sini dan kini (Be Present Here and Now) di setiap saat dalam kehidupan kita.
“Mindfulness is the awareness that arises from paying attention, on purpose, in the present moment and non-judgmentally” (Kabat-Zinn, in Purser, 2015).
Dalam islam dikenal istilah muraqabah yang bermakna keyakinan seorang hamba bahwa ia selalu dalam pengawasan Allah setiap waktu dalam hal yang diketahui manusia ataupun yang dirahasiakan. Keyakinan merupakan bentuk kesadaran bahwa apa saja yang terjadi atau yang kita lakukan tidak lepas dari pengawasan Allah. Sehingga kita mendapatkan ketenangan saat menjalankan aktivitas dan juga memiliki keikhlasan atas apapun yang terjadi karena yakin semua yang kita alami adalah kehendak Allah.
Penelitian telah menunjukkan bahwa melatih mindfulness dapat mengurangi tingkat stress, kegelisahan, dan depresi. Selain itu, mindfulness dapat meningkatkan memori, empati, fokus, dan perhatian. Jika mindfulness dipraktikkan dengan benar, maka akan meningkakan kualitas kehidupan.
Bagaimana Mempraktikkan mindfulness yang sesuai dengan Islam?
Beberapa artikel dan juga webinar tentang mindfulness mengajarkan cara melatih mindfulness dengan cara meditasi dan non-meditasi. Meditasi dilakukan dengan memberi perhatian pada obyek tertentu. Misalnya napas, suara alam, udara di sekitar, keheningan, sensasi tubuh, pikiran dan perasaan, dan orang yang dicinta. Sementara praktik non-meditasi dilakukan dengan cara memberikan kesadaran penuh dalam aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mengendarai mobil, dan sebagainya.
Meditasi yang dilakukan hanya dengan mengosongkan pikiran, mengatur pernapasan, tentu tidak memiliki nilai ibadah. Ibnu Qayyim menjelaskan arti meditasi dalam Islam yaitu tafakkur (berpikir), tadhakkur, (mengingat), nathr (menalar), ta’amul (merenung), i’tibar (memetik pelajaran), tadabbur (menghayati), serta istibshar (melihat dengan teliti dan jeli). Sedang Al Ghazali merekomendasikan empat praktik spiritual untuk mencapai mindfulness melalui doa, berdzikir, membaca al-Qur’an, dan berkontemplasi. Jika merujuk pada pendapat Ibnu Qayyim dan Al Ghazali tadi, mindfulness yang dilakukan seiring sejalan dengan ajaran dengan ajaran islam memiliki nilai plus karena mengandung ibadah di dalamnya.
Praktik mindfulness yang dilakukan secara islami tentu memiliki nilai tambah yaitu ibadah. Berikut ini adalah cara yang dapat kita lakukan untuk mempraktikkan mindfulness.
- Pilih waktu yang sunyi. Misalnya di pagi atau malam hari.
- Ambil posisi yang nyaman tetapi tetap sadar, tidak terlalu santai. Dikhawatirkan jika terlalu santai akan ketiduran.
- Fokus kesadaran pada pernafasan. Lemaskan otot-otot yang tegang.
- Rasakan perasaan dan pikiran. Ucapkan dalam hati rasa syukur yang mendalam atas nafas, hidup, dan segala kenikmatan yang sudh Allah berikan.
- Hadirkan perasaan muraqabah atau bahwa Allah selalu melihat kita.
- Perbanyak dzikir.
Sholat yang khusyuk dan tuma’nina ternyata juga merupakan bentuk praktik mindfulness, loh. Jika mindfulness ini dipraktikkan secara konsisten, kita bisa mendapatkan manfaat lebih mudah khusyu’ di dalam sholat, mendapat kekuatan mental dan spiritual, mengurangi stress, fokus dan perhatian yang lebih baik, serta bisa mengontrol pikiran dan emosi. Saat pikiran sudah dalam keadaan mindful, kita akan lebih sadar ketika pikiran negatif itu hadir sehingga kita memiliki waktu yang cukup untuk mengabaikannya. Mindfulness memberikan jarak antara pikiran dan tindakan yang akan kita lakukan. Dengan demikian kita tidak akan melakukan tindakan yang akan kita sesali nantinya.
Yuk, kita praktikkan mindfulness yang sesuai dengan ajaran islam. Tidak hanya jiwa sehat, pikiran kuat, pahala juga insyallah berlipat-lipat.
≈ Tulisan ini diikutsertakan dalam 30 Day Writing Challenge Sahabat Hosting ≈